Escape to Cirebon-Pekalongan (part Cirebon)

Aroma liburan akhir tahun masih berasa, ya? Anak-anak sekolah sudah mulai libur sejak semingguan lalu. Yang bekerja sudah mulai ambil cuti. Momen akhir tahun kadang menjadi titik rehat yang selama setahun menjadi rutinitas. Saya dan keluarga kemarin sempat having a little escape juga. Saya sebut demikian karena memang sengaja menyempatkan diri untuk “pergi sejenak” dan mengambil dua-tiga hari di antara jadwal bekerja (buat mereka yang bekerja hehehhe). Bukan liburan sih, sebab ya itu tadi, cuma a little escape during work :D

Jadi tempo hari itu saya dan suami rembugan mau escape ke mana. Karena saya lagi bunting dan tidak bisa pergi terlalu jauh dengan mobil (dan takut naik pesawat), kami memutuskan untuk escape ke Cirebon. Tadinya tidak mau pergi ke mana-mana, tapi karena si Akung tidak punya waktu banyak selama akhir tahun, jadinya disempat-sempatkan pergi. Mumpung saya masih bisa diajak jalan-jalan juga hehehe…

Nah setelah rembugan bersama semua anggota keluarga, diputuskanlah ke Cirebon dan Pekalongan. Soalnya si Uti pengen banget ke Pekalongan buat belanja batik. Awalnya bingung mau naik kereta atau bawa mobil. Setelah ditimbang-timbang, bawa mobil sendiri lebih memudahkan untuk mobilisasi kalau mau jalan-jalan. Mengingat saya juga gak bisa capek-capek.

Keputusannya: escape ke Cirebon dan Pekalongan dengan membawa mobil sendiri. Yaaay!
 
Waktu mau berangkat itu saya dan suami rempong browsing hotel-hotel kecil untuk tempat kami istirahat malam. Karena Cirebon sempat jadi ulasan wisata dengan kereta api tempo hari di sebuah harian nasional, cukup banyak review hotel-hotel kecilnya. Tapi itu ternyata tidak membantu, sebab tidak semua review komplit dengan foto. Kami sempat booking hotel di Sidodadi (yang letaknya di dekat stasiun Cirebon). Tetapi oh tetapi, rate yang ditawarkan menurut kami agak tidak masuk akal. Untuk ukuran sebuah hotel kecil (let’s say Sidodadi itu bintang dua, ya) harga kamar standar yang termurah adalah Rp 330.000. Si reception bilang itu sudah diskon 40%. Kalau memang harga segitu sih kami lebih baik pilih Amaris dong yah, hehehe…

Akhirnya browsing lagi. Pertimbangan kami bukan hanya harga, tapi fasilitas seperti apakah ada air panas, kamarnya tersedia AC dan sarapan (walau hanya setangkup roti). Itu penting karena kami butuh istirahat yang cukup sehabis perjalanan. Setelah menemukan dua kandidat lain, kami putuskan untuk menginap di hotel Aurora Baru (yang baru dekat stasiun). Dari pernyataan by phone sih, mereka punya itu semua. Baca terus untuk tahu, ya :D

Hotel Aurora Baru
Waktu sudah sampai di daerah Cirebon, patokan kami adalah mencari stasiun dulu, baru kemudian hotelnya. Dan ternyata, Hotel Aurora Baru terletak persis di sebelah stasiun. Benar-benar sebelahan! Sampai hotel sudah pukul 11 malam. Padahal kami berangkat dari Jakarta jam 4 sore lho. Ketemu macet di Bintaro, Bekasi Barat dan Timur (as usual :D) dan pintu tol Cikampek selama sejam. Capeeeek rasanya. Kamar kami ada di lantai dua. Parkir mobil ada di dalam juga, jadi bisa ngecek mobil dari balkon atas. Nah kami booking tiga kamar, dua kamar standar (atau deluxe, saya lupa) dan satu VIP. Bedanya dengan yang VIP adalah bed-nya king size. Sementara lainnya twin. Air panasnya berfungsi lalu sarapan disediakan dua tangkup roti dan dua gelas teh panas tiap kamar. Buat saya ini cukup untuk kami yang butuh istirahat dan menyegarkan badan sebelum lanjut jalan-jalan lagi. Kalau mau cari sarapan sih bisa jalan ke sekitar hotel ada beberapa warung yang jual empal gentong dan nasi lengko.


Kamar kelas "VIP" Hotel Aurora Baru Cirebon. Yang standar luasnya sama, bed-nya aja yang twin.

Kondisi kamarnya rapi dan bersih. Ada dispenser yang air panasnya berfungsi dengan baik di tiap sudut (kalau mau seperti kami, bawa kopi, minuman sarapan sampai mi instan untuk siapa saja yang butuh lebih dari sekadar teh panas :D). Trus, pegawainya pagi-pagi ada yang sigap mencucikan mobil, lho. Lumayan kan, mobilnya cakep buat diajak keliling-keliling hehhee… Tinggal kasih tip ajah buat mereka. Ohiya, rate kamar di sini untuk yang standar Rp 230.000 dan VIP Rp 260.000.

Pantai Kajawanan
Nah setelah kelar leyeh-leyehnya, kami beranjak ke Pantai Kajawanan. Waktu tempuh dengan mobil sih hanya sekitar 15 menitan (Cirebon kan ga pake acara macet hehehe). Pantai Kajawanan itu satu garis dengan pelabuhannya. Menuju ke pantainya ada barisan perahu-perahu yang diparkir di tepiannya. Waktu itu satu mobil ditarik Rp 2.000 aja, tanpa ada tarikan per-orang. Tapiiii, setelah kami sampai di sana, uhmmm jenis pantainya bukan pantai seperti Anyer atau Karimunjawa *yaiyalaaaah* Jenis pasirnya hitam dan berlumpur. Tapi Chiya ini keukeuh pengen nyebur aja. Anak ini memang ga bisa ngeliat kubangan air menganggur -________-“ 

Akhirnya dia dan ayah sewa ban besar. Mereka main dayung-dayungan sampai ke daratan di ujung satunya. Sebetulnya airnya tidak tinggi untuk sampai ke daratan di sebrang (orang dewasa hanya selutut atau paha).  Tapi airnya yang tidak jernih bikin kami tidak selera turun ke air, hehehe… Sambil menunggu mereka puas main air (dan panas-panasan), kami duduk-duduk di kios kecil pinggir pantai. Jajanannya cuma mie instan dan minuman-minuman. Karena kami kepagian, gorengannya belum dibuat. Agak lama kami duduk-duduk, ada seorang wanita paruh baya menghampiri dan menawarkan kami kerang bambu. Ia bersedia mencarikan ke pantai, kemudian kerangnya bisa dimasakkan oleh si ibu kios. Lupa harganya. Kalau tidak salah 100 buah kerang bambu dihargai 15 ribu rupiah saja. Itu belum termasuk ongkos masak sama si ibu kios, ya.

Seingat saya sih, itu pertama kali saya makan kerang bambu. Kerangnya sebetulnya hanya ditumis saja. Tapi enaaaakk… (Maaf lupa fotoin, hehehe..) Nah setelah ayah dan Chiya naik, mereka langsung mandi. Di sana air bersih seember dihargai dua ribu rupiah. Mandinya pun di bilik-bilik ditutupi terpal. Minimalis deh judulnya :D Beranjak dari pantai, kami ke tujuan selanjutnya: Keraton Kasepuhan Cirebon. Kalau dari Pantai Kajawanan mau langsung ke sana, sebetulnya dekeeeet banget. Tapi waktu itu kami kesasar sampai jauuuuhh… Pas sampai, langsung deh: ini kan jalan yang udah kita lewatin dua kali ya? Hahahha…

Keraton Kasepuhan Cirebon
Ini bukan hanya kami, lho… ternyata ada wisatawan dari negeri sebelah (baca: Indramayu hehehe) yang juga kesasar. Kesulitannya ada di petunjuk jalan. Sebetulnya kalau ada petunjuk jalan yang cukup jelas menuju keraton, kami-kami tidak akan sampai kesasar. Karena letak keraton ini tidak sulit dijangkau. Selain itu, jalan menuju ke dalam tertutup pasar kaget yang entah apakah memang sedang ada annual event atau begitulah kondisinya setiap hari. Kalau tiap hari begitu kok rasanya semrawut banget yah :|
Jalan masuk ke keraton.
Setelah sampai, ternyata keraton dengang dalam renovasi sana-sini. Tapi tetap bisa keliling kok. Ditemani seoerang guide, kami keliling beberapa bangunan yang di dalamnya ada benda-benda yang dulu digunakan sultan dan permaisuri. Saya gak ikut keliling semua, wong jalan dari pasar kaget sampai masuk keraton aja udah ngos-ngosan. Alhasil pas mau pulang, saya jalan paling belakangan, hiks… 
Renovasi sana-sini.
 Batik Trusmi
Tujuan selanjutnya sebelum ke Pekalongan adalah: belanja batik, yaaaay! Habis makan siang empal gentong (di sebuah warung kecil-gak-jelas), kami lanjut ke Batik Trusmi. Nyari tempatnya ga begitu susah kok… Gak jauh dari ring road alias jalan gede Jakarta-Semarang. Awalnya kupikir itu semacam kampung batik gitu, yang merupakan wilayah pengrajin batik Cirebon. Ternyata mirip kayak Mirota Batik di Jogja. Tapi jauuuuuuhhh lebih luas dan lega (tau kan, Mirota Batik sesempit apa :p). Trus batik-batiknya udah diblok-blok gitu. Sarimbit, kemeja, blus, gamis, sama batik yang low price sama yang high juga pisah. Uuuhh, jangan tanya ya, saya “nemu” banyak batik-batik cantik di sana. Hihihihi…


Rasanya, kalau ada rejeki lebih, lebih baik spend money beli batik-batik cantik deh. Ya kan?
 
[postingan jalan-jalan ke Pekalongan menyusul yaaa, hehehehe]