:: muara senandika ::

I love doing the dishes. It provides me an amount of time which I could be drowning into my head and dug deep into my feelings. I could remember about something funny or something painful while squeak the sponge full of foam cleans up all the leftovers. I could rinse the coffee grounds from the cup and recalled the warm conversation about how the aunty from our village became so ill or whatever they murmured because I lost my mind thinking of something else. Sometimes my mum talking to me while I’m doing the dishes. But it’s such a distraction for me. I like it better while no one in the kitchen so I can enjoy my solitude. I love hearing the television from afar. The sound of the water streaming down the plates, the cups, the spoons. The mind. And all the stuff goes away as the water running down the pipes. We can’t bring back time. Nor the breaking things you’ve done. And you're still wondering why I didn’t love you after all this time?[]

Begitu banyak hal telah terjadi padaku sejak awal tahun 2020 ini. Tentu aku takkan menyebutkannya di sini. Terlalu panjang untuk sebuah blog post. Dan terlalu ringkas untuk sebuah perjalanan hidup. Baru masuk bulan kelima, namun rasanya sudah terlampau jauh berjeda. J. E. D. A. Semua orang tahu, dunia sedang berjuang dengan pandemi. Kita yang telah terbiasa memangkas jarak, kini wajib membiasakan diri untuk menjaga jarak. Sejauh mungkin. Selama mungkin. Bagiku yang selama ini merasa tak ada masalah apa-apa dengan kehadiran yang lainnya, ini agak menyesakkan. Dari sini aku menyadari beberapa hal: Waktu dan kesempatan bukanlah hal main-main yang diberikan Tuhan untuk kita. Kita kerap mengabaikan kesempatan. Kesempatan menemui mereka yang ingin bertemu. Kesempatan berbagi tawa. Kesempatan bertanya: kamu baik-baik saja? Kesempatan menghargai mereka yang telah menghargaimu jauh sebelum kamu tahu. Kesempatan membagi pelukan, secara langsung. Kesempatan menyeka air mata, sec