Untukmu, semoga kau makin kuat

Akhir Desember tahun kemarin. Aku dalam perjalanan menuju Senayan naik Trans Jakarta koridor 1. Sore tadi habis hujan, jalanan basah, udara lembab dan dingin.

Pukul tujuh kurang. Semakin dekat halte terakhir (Blok M), penumpang semakin surut. Pun, bis semakin berembun karena sungguh dingin.

Kita berbincang di fitur pesan sebuah sosial media setelah aku memberi respon dari cerita singkat yang kau unggah. Ceritamu, mengingatkanku pada milikku.

Kau berbagi betapa sulit menata perasaanmu saat itu. Aku paham itu. Paham sekali.

Aku mengenal kalian sebetulnya hanya selintas saja. Kalian pernah berkunjung ke rumah kami. Beberapa kali diceirtakan tentang kalian juga.

Kalian manis. Ke mana-mana sering berdua. Banyak momen yang kalian bagi dalam situasi bahagia.

Tapi, perkara hidup siapa yang tahu arahnya akan ke mana? Siapa yang menjamin kita akan selalu bahagia?

Kini kau sedang asyik mendalami yoga. Kadang menyambangi sahabat-sahabatmu di sana dan bercengkrama. Kadang sibuk membesarkan toko daring yang sedang kau rintis beberapa waktu lalu.

Banyak hal, kau tahu itu, banyak hal yang dapat dilakukan untuk melupakan. Banyak yang dapat dilakukan untuk sementara memaafkan.

Jadi, ketika aku membaca kembali percakapan kita kala itu, aku berharap kau benar-benar sudah mampu menganyam bahagiamu sendiri. Aku percaya, kau akan tiba di sana suatu ketika.

Malam itu kita tutup dengan aku yang kelewat satu halte sebab kita terlampau asyik bercerita.[]

Comments