Cerita tentang Kamu yang Sedang Suka Paus dan Hiu

Pagi ini kalian berdua terbangun dengan piyama lengkap dengan kaus kakinya. Jakarta dan sekitarnya sedang giat hujan deras selepas siang terik yang menggigit. Semalam, kamu yang terkecil, lelap dengan dua lapis selimut di sampingku.

Ini bukan hal biasa, tetapi lumrah karena penyejuk ruangan kita baru saja dibersihkan dua hari yang lalu. Ditambah dengan cuaca yang sedang basah-basahnya, dinginnya jadi luar biasa, Nak.

Aku lalu teringat percakapan kita beberapa saat lalu tentang apakah beberapa spesies hiu dan paus yang kamu baca dari sebuah buku itu kini masih hidup atau tidak. Kita akhirnya berselancar mencari video footage hiu dan paus terbaru dari beberapa channel media luar negeri. Kamu takjub sekali mendapati beberapa spesies masih ada sekarang.

Lalu tiba-tiba aku merasa harus bercerita soal perburuan paus di beberapa wilayah di negeri ini. Aktivitas ini berkontribusi pada berkurangnya kuantitas paus sebab ini adalah tradisi yang telah dijalankan sejak lama sekali. 

Kita lalu menikmati video yang muncul dihasil pencarian teratas. Aku ragu sebetulnya, tapi keyakinanku kau harus tahu.

L: Itu paus apa, Bun?

Bunda (B): Uhm, apa, ya? Mungkin humpback atau sperm whale kali ya, Mas?

L: Oh, itu sperm whale, Bun. Itu diburu buat apa, sih?

B: Mereka punya tradisi berburu paus, Mas. Nanti dagingnya dibagi-bagikan.

L: Oohh... Itu maksudnya buat apa? Paus tuh haram, ya?

B: Tradisi. Mereka punya tradisi berburu paus yang udah dari sejak lama banget. Engga haram, sih. Kan dia ikan, hidup di air.

L: Oh... Yang haram itu babi, ya.

B: Iya, dan hewan yang hidup di dua ekosistem, Mas.

L: Kalo paus udah gak ada, mereka berhenti berburu paus, dong?

B: Hmm... seharusnya sih, iya. Karena kan udah ga ada paus lagi. Tapi mungkin gantian berburu hiu atau lumba-lumba. Kayak yang tadi, mereka waktu berburu paus kan ketemu lumba-lumba dan ternyata ikut ditombak juga. 

L: Kalo paus udah gak ada, nanti kan masih ada whale shark atau basking shark. *sebuah kalimat menghibur sebetulnya

B: Kalo udah gak ada, bumi ga punya paus lagi. Mungkin nanti sama kayak badak bercula satu atau komodo, jumlahnya jadi berkurang banyak dan hampir punah. Komodo itu endemik hanya di Indonesia. Dan jumlahnya udah gak banyak.

L: Badak diburu buat apa? Dimakan juga?

B: Diambil culanya.

L: Hah? Culanya buat apa?

B: Hmm... buat hiasan. *aku jadi gak yakin, badak diburu untuk apa(?)

Kami lalu menonton belulang paus dalam video hingga prosesi pemotongan dan pembagian daging paus. (Saya bayangkan pasti aroma amis darahnya menguar kuat di sana.)

Rasanya tak ada ekspresi amarah yang berlebihan. Artinya, semoga kamu menerima kedua hal ini sebagai pengetahuan tanpa terlalu menjadi emosional: jumlah paus dan hiu yang semakin berkurang karena salah satunya perburuan oleh manusia serta perburuan yang sudah menjadi bagian dari rangkaian kultural beberapa masyarakat kita.

L: Tapi pausnya masih ada kan, Bun?

B: Masih. Mereka masih ada di laut.

Lalu kamu menampakkan ekspresi lega. Lega sekali. Menandakan bahwa kau merasa baik-baik saja meski beberapa orang masih menjalankan tradisi berburu pausnya. Kalau sudah agak besar nanti kita bisa diskusi pakai perspektif Antropologi (mungkin?). Semoga.

Lain kali kita ngobrol lagi ya, Mas![]

Comments