Lets Read: Loves To Read is Earned, Not Given
Saya teringat tulisan tentang cerita buku pertama anak sulung saya: Hiu. Setelah belasan tahun, buku itu masih kami pakai untuk membaca bersama
adik bungsunya yang kini berusia tiga tahun. Awet, ya?
Sebetulnya kondisi buku itu secara fisik sudah babak
belur. Kami menempel-sambung beberapa halaman yang putus asa hampir terpisah
dari bukunya. Buku ini jadi buku favorit si bungsu juga. Entah, ikan hiu punya
kharisma yang sungguh memesona anak balita rupanya.
Ada beberapa buku lain tentang ikan hiu dan
ensiklopedi bertema lautan yang kami miliki. Saya sendiri heran, mengapa harus
buku Hiu yang sudah “renta” ini yang tetap minta dibaca setelah memaksa untuk
diselotip sana-sini.
Walau begitu, kami takkan menyerah. Biarlah buku Hiu
ini tetap kami pelihara dan merawatnya. Kami akan membiarkan ia, mereka, untuk
memilih buku apa saja yang disuka—bagaimanapun wujudnya. Menyenangkan sekali
melihat mereka telah sampai pada fase ini: fase di mana mulai timbul rasa ingin
tahu pada buku dan memiliki buku favoritnya.
Saya paham, mereka sampai pada titik ini tidak dalam
semalam. Ini tidak terjadi karena “simsalabim abrakadabra”. Bukan pula hal yang
diwariskan sejak lahir begitu saja layaknya DNA. Kecintaan membaca ditransfer
melalui proses panjang bernama habitus.
Kebiasaan.
Pada proses ini, apparatus-nya
bukanlah buku, melainkan orangtua sebagai teladan mereka.
Adalah sia-sia berniat membangun mental cinta membaca hanya dengan menyediakan buku semata.
Orangtua harus mencontoh bagaimana aktivitas membaca sebagai hal yang wajar
(tidak hanya untuk belajar jelang ujian), menyenangkan, dan bahkan dapat
membantu kita menemukan diri sendiri atau hal-hal baru tanpa selangkah pun
meninggalkan rumah.
Kisah membiasakan cinta membaca dalam keluarga kami sendiri sebetulnya selalu di mulai ketika anak-anak kami mulai dapat berbicara. Di usia itu, kami mulai rajin membacakan buku sebelum tidur, mengajak ke toko buku dan beraktivitas bersama dengan melibatkan buku seperti mewarnai atau menggambar. Ketika kebiasaan ini telah terbentuk sejak anak pertama, maka sejatinya akan lebih mudah meneruskannya pada anak berikutnya.
Bicara mengenai kebiasaan membaca, anak-anak generasi
Z dan Alpha akan terbiasa dengan sumber bacaan dari berbagai medium sejak dini.
Apalagi dengan stsrategi new normal
dalam ranah pendidikan yang kemudian “memaksa” mereka untuk menikmati proses
menggali pengetahuan melalui bahan bacaan digital. Kebiasaan ini juga yang
wajib diadaptasi para orangtua sebagai panduan untuk mereka nantinya.
Ini sebetulnya merupakan kabar gembira salah satunya
bagi buku-buku yang cenderung kerap dibaca berulang-ulang seperti buku Hiu favorit
anak bungsu saya. Bacaan digital memiliki keunggulan mereservasi teks yang
tidak dimiliki buku fisik. Pun, ia lebih praktis dan relatif lebih mampu menghidupkan
warna-warni imajinasi.
Saat ini ada banyak aplikasi membaca buku daring yang
dapat diunduh dan dinikmati melalui ponsel pintar kita. Salah satu aplikasi
membaca buku daring yang saya coba adalah Let’s Read. Let’s Read hadir dalam
berbagai bacaan dongeng atau bacaan khusus anak-anak dengan banyak pilihan
bahasa seperti Bahasa Indonesia, Jawa, Minang, hingga Tagalog.
Bagi saya, pilihan banyak bahasa ini adalah bentuk
konservasi bahasa lokal yang bahkan mungkin untuk dicari buku fisiknya saja
akan cukup sulit. Anak-anak dapat menikmati bacaan dalam bahasa daerah yang
selama ini dituturkan oleh para eyang atau orangtuanya di rumah serta
mempelajari artinya dalam bahasa ibu sehari-hari.
Pada aplikasi pun ada opsi untuk mengunduh buku
sehingga dapat dibaca tanpa jaringan internet. Laman aplikasi yang minimalis
memudahkan penggunaan dan pencarian cerita. Tampilan tiap halamannya enak dibaca karena komposisi teksnya tidak berlebihan. Menurut saya ini penting untuk menarik minat anak-anak membaca secara digital.
Selalu ada cara menyenangkan untuk mengajak anak cinta membaca. Kalau tertarik dengan bacaan dengan format digital, bisa coba unduh Let's Read di ponsel pintar atau sabak elektroniknya, ya. Jangan lelah ketika anak-anak belum menunjukkan ketertarikan pada membaca. Sebab: loves to read is earned, not given.[]
Wah sama kayak anakku, bukunya sampai robek saking seringnya dibaca hihi, Alhamdulillah, orang tua tidak kesulitan lagi cari buku berkualitas untuk anak ya berkat aplikasi ini
ReplyDeleteHai Mbak Dewi!
DeleteIya betul, Mbak. Bagaimanapun aplikasi Lets Read ini cukup memberi pilihan lain untuk media membaca anak-anak. Salam kenal ya, Mbak.