We All Have Our Own Unspoken Depression

Waktu saya tahu berita kematian vokalis Linkin Park, Chester Bennington, dini hari tadi (waktu Indonesia, tentunya) awalnya muncul rasa duka yang biasa. Tapi menjelang siang, di berbagai platform medsos saya makin banjir postingan duka cita buat Chester.

Kematian Chester jelas mengguncang, bukan hanya karena dia famous person. But because the way he died. Suicide. Because of depression. Just like Robin William and Chris Cornell. It is not a new things in Hollywood life but somehow he gets the spotlight.

Pada beberapa poin, saya merasa bercermin pada diri sendiri. Bukan, bukan karena saya juga pengen bunuh diri. Tapi bahwa orang seperti Chester, who is obviously has fortune and fame, ternyata bisa menyerahkan hidupnya pada seutas tali.

Yaiyalaahh. Suicide can be happen to anyone. The poor one, so we thought he desperate because of money. And the rich, so we thought that money never truly makes people happy.

"We all have our own unspoken depression."

Sedihnya lalu menguat sebab saya merasa ada sesuatu yang relate. Tiap orang pasti menyembunyikan persoalan-persoalan dalam hidupnya. Problema itu hanya dibagi untuk beberapa orang saja.

Masalahnya, kadang beberapa orang seharusnya tak menyembunyikannya terlalu lama. Sebab ia semacam bom waktu. Menunggu momen untuk eksplosif sempurna.

Saya punya beberapa pengalaman dengan depresi. Tak pernah saya bagi ceritanya pada orang lain, sebab... saya pikir, orang yang depresi pasti sulit membuka diri.

Mereka sangat butuh dukungan dan tempat bercerita namun di sisi lain mereka pun memiliki ketakutan cukup besar akan premature judgement.

Kalaupun bisa cerita, kadang lebih banyak sesenggukannya. Atau, ya, menghabiskan air mata sendirian saja di kamar mandi. Disimpan sendiri.

Depression in my words is a state where you have unfinished business(es) with yourself while you have to cope with another bigger problems at the same time. And the frustrated feelings didn't vanish time after time.

Kadang kita tak sadar bahwa seseorang sedang dalam depresi berat sampai akhirnya bom waktu meledak menghancurkan segalanya.

Bukankah kita kerap membaca berita mengenai anak yang gantung diri seusai dibully? Atau ibu membunuh bayinya sendiri? Atau sekeluarga dibantai (hanya) demi membayar dendam karena tersinggung?

Kita ga pernah tahu seberapa berat beban di pundaknya (yang selalu coba ia sembunyikan) selama ini. Seberapa sering ia berpura-pura bahagia. Berapa banyak air mata yang hanya ditumpahkan di balik punggung. Seberapa ingin dia lari dari hidupnya...

That's why, you have to forgive yourself first after all.[]

Comments