Untitled
Awalnya, karena saya jengkel. Jengkel dengan negeri ini. Negeri yang sesak oleh orang-orang. Orang-orang yang tipikal. Kenapa orang-orang yang tinggal di jalan gang sempit itu bisa santai dengan knalpot motornya yang bising? Kenapa mereka santai bikin judgment tentang keimanan seseorang—sementara dalam undang-undang sudah jelas-jelas tertera bahwa memiliki agama atau kepercayaan adalah bagian dari hak asasi manusia? Klimaksnya, kenapa mereka bisa mencintai dan freak dengan gadget sementara fase literer tidak pernah mereka lewati? This is a very big mark question. There’s a missing link. Saya tidak dibesarkan dalam lingkup kultural yang membuat saya sadar betapa pentingnya “melek membaca” sejak dini. Saya mencintai aktivitas ini dengan begitu saja. Ketika BOBO adalah “surga”bagi saya. Ketika komik jepang dan majalah remaja begitu membius saya. Namun saya tak pernah belajar bahwa aktivitas ini merupakan fase yang harus dialami tiap manusia beradab. Jika memang ia ingin menjadi be...