Social Media Photography: the basic (part 1)

Suka online shopping, kan? Kalo ada dua seller, kita namai si A dan si B, yang menjual produk yang sama namun mereka memakai teknik foto yang berbeda, akan berbeda pula respon para calon pembelinya, loh...

Si A memfoto produknya di lantai. Besar pixelnya sekira lima mega. Fotonya ketika malam hari. Si B, memajang produk jualannya di atas meja polos. Ditemani beberapa daun kering, lalu dibubuhi teks sederhana di pojoknya. Kameranya samalah, sekira lima mega. Seandainya harga yang mereka cantumkan sama, kira-kira mau beli di tokonya A atau B?

Saya sebagai online seller baru, merasa foto produk adalah hal nomer satu yang harus dipertimbangkan. Dengan pengalaman mengamati sebagai buyer dan seller, saya mau cerita sedikit soal ini (tapi dua chapter, ha-ha!). Konteksnya ga melulu tentang jualan, sih. Bisa hobi juga, macem masak-masak, jahit, ngeronce, dandan, anything.

Memang butuh effort untuk menghasilkan foto yang bagus. Trus, effortnya kayak apa, dong?

First, pick a smartphone with huge and stunning specification on camera. Apa? Aipon? No. Ga harus aipon. Toh di beberapa thread ponsel ini ga disebut sebagai ponsel tangguh. (Ciiiyyeee haters, ciyeeee....) Pilih smartphone dengan pixel besar, memori besar, kecepatan besar dan murah. Ada? Adaaaa. Dan bukan aipon. TEUTEEUUPP... *cium hape hello kitty*

Kedua, pilih sumber cahaya senatural mungkin. Outdoor photo session? Yap. Yatapi gak perlu jam 12 teng juga keuleus, ye kan? Bukan cuma jadi keringetan dan gemeteran, tapi memfoto produk di outdoor pada siang hari itu over exposure, loh. Saya ga bilang hasilnya jelek, hanya saja kalo over exposure, warna produk bisa jadi lebih tajam dari aslinya. Other words: makin menjauhi warna asli. Yang paling sempurna adalah pada pagi dan sore hari. Foto saja di dekat jendela di mana sinar matahari masuk dengan baik, itu sudah sangat cukup. Saya pernah nemu tips buat bikin studio box gitu. Studio box itu adalah box buatan yang didesain untuk memaksimalkan cahaya dan background foto. Studio box bisa juga buat foto produk, hanya saja menurut saya lebih ribet bikinnya. Coba googling deh. 


Next, cari background polos. Yakali gak lucu bekgronnya jemuran yang bejubel yang ada underwear bertebaran. Semakin produknya "rame", bekgronnya harus semakin polos. Barang lain yang disertakan dengan barang jualan saya sebut additional stuff. Ini juga optional aja sih, biar si produk ga kesepian aja, hahahah... Additional stuff juga jangan banyak-banyak. Konon dalam satu frame, sebaiknya jangan lebih dari tiga barang. Lebih dari itu, kayaknya jadi kurang fokus, ya. 

Kalo saya, untuk jualan aksesoris, saya mau repot-repot effort more to gain much more. Menurut saya, aksesoris tak bisa difoto begitu saja lantas ada yang mau beli. Memfoto kalung yang ditaro di lantai? Saya pernah kok. Semacam "dosa" yang tidak boleh terulang lahi, hehehe... Padahal, aksesoris sebaiknya kelihatan detail maniknya, dapat memperlihatkan warna seperti aslinya dan difoto dengan cantik. 


Saya pakai alas foto kayu asli yang warna kayu dan teksturnya natural. Selalu foto di pagi hari ketika Levi tidur setelah pulang main. Dan tentu saja dilakukan dengan terburu-buru: ambil alas kayu dan menyusunnya, ambil segambreng kalung sambil pikir-pikir additional stuffnya. Gak sempat deh mikir mau foto dengan konsep apa, gimana-gimana. Semua saya pikirkan selagi menyiapkan semuanya. Kalo si mbak lagi jadwal nyuci, saya harus lebih cepat lagi sesi fotonya. Maklum ya, ruang foto itu adalah jalan menuju tempat jemur baju, hahaha... Jadi yaa, mau gak mau harus sekali jadi. Kalo saya gak puas sementara Levi udah bangun, harus mau ulang lagi besoknya. Rem-to the-vonk ya boookk...

Sama dengan foto makanan. Aduh, jangan pernah foto pake blekberi apalagi malah hari. Sumpah ga bakal keliatan jelas, deh! Ya tergantung blekberinya kali ya. But still, dont you ever take a picture at night (with your two mega pixels phone camera). Mana udah gemeteran pegang blekberi yang loading kameranya tergantung kapasitas foto, eh jadinya ngeblur. Deuh, dadah babai deh.

Sama kayak foto produk, just put your food in a plain plate, then take the plate near the window, capture it with some of them more focused. Bolehlah tata talenan kayu bersih dengan sendok kayu sebagai additional stuff. Gak lama ada yang pengen minta resep? You made a good picture! Atau ada yang jadi pengen order? You made the good picture into a business.

Nah, buat yang hobi dandan, sepertinya secara prinsip sama, tapi mungkin lebih rumit karena harus detail. Kalo jualan kosmetik, alangkah asiknya kalo si seller foto hasil make up yang dia pakai. Terlepas apakah calon pembeli jago dandan atau engga, siapa sih yang gak suka liat foto detail make up yang bagus? Eye make up keren, atau wajah nude yang sehat. Nah itu susahnya, butuh asisten atau minimal tripod, hahaha... Foto produk kosmetiknya juga bisa dbuat unik. Jangan asal jejer di lantai, yaa hahaha...

Udah kali, ya. Sepertinya cukup. Tiga hal sih yang esensial: kamera, pencahayaan dan background. Kalo ada yang kurang nanti ditambahin. Next, setelah foto, trus udah? Eh, ada banyak aplikasi buat edit foto loh. Nambahin teks unyu di foto, cropping sampe mainin shading dan exposure. Kapan-kapan saya share sejumlah aplikasi (android) yang selama ini saya pakai buat edit foto. Beberapa orang pernah tanya soal ini. Yang gak sempat saya jawab dengan detail, nanti saya posting, ya.

Nggg... Kapan? Kapan-kapan. *zzzz*