Klinik Permata Bintaro
Sekarang mau cerita-cerita soal Klinik Permata Bintaro, ah. Klinik yang belakangan jadi tempat andalan ketika keluarga kami sakit. Awalnya dulu kenal klinik ini karena rekomendasi bidan waktu kami konsultasi program hamil. Dikasih tahu, bahwa di sana ada dokter kandungan perempuan, muslim dan menurutnya bagus. Telaten, katanya. Ya wis, ketika ada waktu, kami mulai menuju TKP. Waktu itu kami cari-cari klinik itu, ketemu. Tidak jauh dari STAN. Karena belum mau periksa dan hanya survey lokasi dulu, difoto-foto lah itu plang yang ada jadwal praktek dokternya dong. Pas udah niat mau ke sana, eeehh, kliniknya tutup bok! Bukan tutup dalam arti sedang tidak praktek, tapi beneran kosong. Plangnya hilang, rumahnya kosong. Wah, bangkrut jangan-jangan.. :p
Lemes yah, udah niat mau ketemu si dokter, eh belum jodoh. Ya sudah, karena kami tidak ngoyo banget, klinik itu pun terlupakan. Sampai akhirnya, kami menemukan kembali klinik itu di tempat yang baru. Dekat dengan perempatan menuju Bintaro Plaza, kalau dari arah Pondok Betung posisinya sebelah kiri. Dibaca-baca plangnya, sepertinya kini dokternya jauh lebih lengkap. Ada dokter gigi, kandungan, spesialis anak, ahli gizi, hypnotherapy, akupuntur dan skin care sampai konselor laktasi segala. Waktu itu kebetulan tidak lama Chiya butuh ke dokter gigi untuk cabut gigi. Akhirnya kami cobalah ke sana. Untuk dokter gigi (waktu itu kalau gak salah sama Bu Christine apa ya), harus by appointment dulu. Jadi, telpon untuk janjian dulu sama bu dokter dan bilang mau cabut gigi anak. Nanti si asistennya akan catat nomer telepon kita. Kalau ada pembatalan, jam diundur atau ganti hari atau gimana pasti di-sms sama mereka.
Ini adalah pengalaman pertama Chiya cabut gigi dan waktu itu hanya saya yang menemani (ayahnya lagi dinas). Bu dokternya ternyata cantik dan ga hanya itu, ia sangat persuasif. Seneng ajak ngobrol dan membujuk. Tapi bukan bujukan macem: jangan takut, gak sakit kok. Tapi begini: Chiya, udah tau kan, ke sini mau ngapain? Kalau ada gigi yang udah saatnya dicabut, harus ke dokter. Biar nanti gigi yang mau tumbuh tidak terhambat. Biar giginya tumbuhnya cantik. Nah, cabut gigi itu memang sakit. Tapi sakitnya nanti bisa dikurangi, ada obatnya. Rasanya macem-macem deh. Kamu suka rasa apa? Nanti pilih yang kamu suka, ya. Chiya kalau sudah berani ke sini, berarti sudah siap mau cabut gigi. Iya kan? Sudah siap belum? Nanti dokter kasih tempat untuk simpan gigi yang sudah dicabut, untuk kenang-kenangan. Gantungannya bentuk gigi. Giginya nanti dimasukkan ke tempat itu. Warna-warni juga lho… Chiya mau warna apa?
Begitulah. Waktu mau eksekusi (asistennya masih mempersiapkan ini-itu), si dokter sempat ngobrol sama saya juga. Cerita kenapa dulu kliniknya yang di Bintaro deket STAN itu ditutup dan lantas pindah ke sini. Nah pas eksekusi, Chiya gak nangis, cuma pas dicabut dia agak kaget gitu. Beneran dikasih kalung bentuk gigi lho… buat kenang-kenangan. Kayaknya udah ga jaman ya, buang gigi ke genteng atau dikubur di tanah :p Kalau dari segi biaya, waktu itu habis sekitar 120rb. Setelah pernah cabut gigi di dokter dekat rumah (bukan di Klinik Permata Bintaro), dan habis hampir dua kali lipat, rasanya cabut gigi di Klinik Permata Bintaro worth aja sih. Dokternya enak, anaknya nyaman juga. Chiya sampe bilang: dokternya baik dan kalau cabut gigi lagi mau sama dokter itu aja. Pulangnya, kami mampir Bintaro Plaza, makan pizza berdua aja, hahahaha…
Ini lho, gantungan untuk menyimpan gigi yang sudah dicabut. |
Secara keseluruhan, Klinik Permata Bintaro ini okelah. Terutama faktor dokter-dokternya ya… Meski ruang periksanya sempit, dan kalo ngeliat bangunannya rasanya ga yakin, gitu ya secara “hanya” ruko kecil begitu hehehe… Selain dokter gigi Chiya, saya juga periksa sama dokter kandungan di sana. Pertama sih, sama dr. Dewi Rumiris SpoG (yang direkomendasikan sama bu bidan). Awalnya konsultasi soal mens dan program hamil. Enak sih sama dia. Waktu itu dia suruh aku coba dibantu pake obat hormon untuk stimulus siklus mens biar teratur lagi. And it’s worked. Tapi pernah coba periksa sama beliau lagi di rumah sakitnya, kok gak begitu telaten seperti di klinik yaa..
Akhirnya saya pindah ke dr. Data Angkasa SpOG. Mereka berdua sama-sama praktik di RSIA Muhamaddiyah Taman Puring (begitu juga dengan beberapa dokter kandungan yang lumayan “famous”), tapi dengan Bu Data rasanya mau konsul di klinik atau di rumah sakit beliau sama telatennya. Memang sih, beliau masih baru di RS. Waktu saya ke sana, paling hanya 4 atau 5 pasien yang ikut antri. Sementara dokter lainnya antri panjaaaaaang. Tapi mana worth, sudah antri panjang trus pas konsul hanya sebentar. Seolah-olah “kamu kan ga ada keluhan, jadi ga usah lama-lama deh”. Lah, kita dicharge dengan harga yang sama lho dok, hellooooww… Makanya saya dan suami sejauh ini sreg sama Bu Data. Ga ada keluhan pun, beliau mau senyum, kasih banyak advice, kasih kesempatan nanya-nanya dan selalu ngasih kalimat support sebelum kami keluar kamar periksa. Hal yang ga saya dapat dari dokter lain :)
Dokumen kehamilan dari Klinik Permata Bintaro. Kiri map berisi medical record beserta print USG di dalamnya. Kanan adalah buku kehamilan. |
Klinik Permata Bintaro selalu jadi pilihan karena dekat sama rumah saya. Pas saya pendarahan dan dalam masa bed rest, saya mending ke sana. Dekat, trus tetap ketemu dokter langganan. Udah gitu antrinya ga kayak di RSIA. Paling banter lima orang lah, kalo lagi sial kesiangan datengnya, hehehe… Dan jadwalnya jelas, kalau ada perubahan pasti dikasih tau. Daripada sudah datang jauh-jauh ternyata sang dokter batal praktek. Belom apa-apa udah capek ya, bok. []