me, nowadays...

Sebetulnya menjadi ibu rumah tangga adalah peran dengan banyak pekerjaan. Terlalu banyak, malah. Namun, sepindahnya kami dari Jogja ke Jakarta, semua berubah. Beberapa pekerjaan yang biasa saya lalukan di Jogja, sudah tidak jadi rutinitas lagi. Misalnya, bicycling bersama Chiya ke pasar, hampir setiap hari. Juga memasak dan mondar-mandir dapur dan halaman belakang untuk mengecek jemuran. Di sini, urusan memasak sudah tidak serumit dulu. Ada penjual lauk-pauk yang setiap pagi keliling dan menghampiri rumah. Yang penting adalah makanan untuk Chiya, kalau untuk yang dewasa, apa saja mau! Kalau malas masak, bisa beli ayam goreng, soto, atau cuma bikin telur dadar saja, beres.

Untuk menemani Chiya, juga sudah tidak seintens dulu. Sebagian hati saya senang, karena saya bisa mengerjakan pekerjaan lain dengan leluasa atau sekedar membaca, menulis atau ke warnet. Sebagian hati saya yang lain merindukan momen intim itu. Meski masih ada jam tidur siang yang bisa membuat saya bisa bermesraan dengannya. Namun, ia saat ini lebih senang main ke luar rumah dengan teman-temannya. Jadi setelah acara sarapan selesai, langsung ia "kabur", apalagi jika pagar depan tidak ditutup. Sudah, habislah waktu luang yang mungkin bisa saya habiskan bersamanya. Meski saya meminta, bahkan dengan agak memaksa, agar ia pulang dan berhenti bermain, ia berkeras untuk di luar rumah. Bahkan sekarang jika saya mau ajak dia pergi, dia lebih memilih tinggal. Fiuh....

Waktu di mana Chiya total berada di rumah adalah selepas waktu makan, atau waktu maghrib. Apabila waktu makan sorenya dihabiskan di luar, maka menjelang maghrib ia pulang. Kadang juga harus dibujuk-rayu dengan iming-iming "ayo, Bunda mau buka puasa, nih, mau ikut engga?" Baru dia mau pulang. Sebab, biasanya waktu berbuka adalah waktu semua orang berkumpul bersama dan tersedia beberapa makanan kecil yang dia suka. Sehabis itu, biasanya adalah "jam belajarnya" bersama ayah-bundanya. Meski bukan dalam konteks "belajar" yang sesungguhnya atau belajar yang serius, waktu itu adalah waktu di mana ia memulai pembiasaan jam belajar yang benar-benar efektif. Biasanya, jadwal belajarnya hanya mewarnai, membuat angka, pura-pura ngobrol dengan bahasa inggris, atau pura-pura wawancara. Apapun sejauh ia belum bosan.

Nah, masalahnya kini beralih pada saya. Jika Chiya sudah punya ritme sendiri dan bahkan sebentar lagi ia akan masuk sekolah, maka tidak dengan saya. Saya masih begini-begini saja. Belum ada panggilan dari beberapa perusahaan yang saya lamar. Saya juga tidakpunya kesibukan lain yang bisa menghasilkan uang. Oke, batik adalah pengecualian. Dagangan batik saya sedang dalam masa hibernasi, menunggu pemiliknya bersemangat lagi. Kapan-kapan akan saya bagi cerita sulitnya jualan off line ini.

Rutinitas saya hanya sebatas mengurus makan-mandi Chiya, membantu mencuci pakaian, menyetrika, dan lepas malam hari, ketika tugas saya sudah usai, lalu sadarlah saya betapa "kesepiannya" saya. Sadarlah saya bahwa saya butuh melakukan sesuatu. Tidak harus selalu dagang, memang. Yang pasti saya butuh bekerja dengan kemampuan yang ada. Biasanya setelah makan malam saya menonton sinetron Korea di stasiun tivi lokal Jakarta. Sinetron lucu yang temanya tentang keluarga muda. Dan saya belum pernah menonton tontonan macam ini sebelumnya. Kemudian saya menyiapkan keperluan sebelum tidur Chiya, seperti menemani menyikat gigi, menyiapkan baju tidur, membuatkan teh, dan air putih. Sehabis itu, saya teruskan dengan film-film yang diputar di tivi. Jika bagus, saya teruskan menonton. Jika tidak, saya gigit jari. Kadang, kalau mood bagus dan stok ide cukup, maka saya menulis. Tapi itu sudah jarang. Saya tidak sesemangat dulu.

Begitulah.

Comments